Jakarta (29/7/2022) kaperda.jogjaprov.go.id – Menyambut Tahun Baru Hijriah 1 Muharram 1444 H dan Malam 1 Suro 1956 ehe, Badan Penghubung Daerah DIY dan Paguyuban Ikatan Keluarga Gunungkidul (IKG) menggelar Pergelaran Wayang Kulit semalam suntuk cerita “Bimo Suci” dengan dalang Ki Mendot Suwasono pada Jumat (29/7/2022) di Taman Rekreasi Wiladatika Cibubur, Depok, Jawa Barat.
Ketua Umum Paguyuban Ikatan Keluarga Gunungkidul (IKG), Drs. Eddy Sukirman, M.M. menyampaikan bahwa sebagai orang Jawa (Jogja) nilai-nilai pewayangan perlu ditiru dalam kehidupan sehari-hari.
“Sifat-sifat wayang itu yang perlu kita tiru, sebagai orang Jawa khususnya orang Jogja yang menjunjung tinggi budaya wayang ini tentu kita harus mengerti sikap-sikap wayang itu yang akan kita teladani dalam hidup kita,” kata Eddy.
“Favorit saya memang Werkudara, mudanya Bernama Bimo Seno. Werkudara ini tidak pernah dalam peperangan, kalau kalah pura-pura saja dan nanti menang lagi. Mudah-mudahan teman-teman IKG khususnya Pengurus bermental seperti Werkudara, tidak pernah menyerah pada suasana apapun, baik pandemi maupun tidak, mau paceklik maupun panen tetap berjalan terus demi kejayaan IKG yang kita banggakan,” tambahnya.
Mengawali Tahun Baru Hijriah dengan pergelaran wayang kulit, Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, S.T., M.Si. berharap pergelaran wayang kulit dapat diadakan oleh 5 Kabupaten/Kota se-DIY dan semangat gotong-royong Paguyuban IKG dapat memperkokoh pemerintah daerah maupun pusat.
“Kami ada usulan perencanaan kegiatan kebudayaan berupa pagelaran wayang dari 5 Kabupaten/Kota dari Yogyakarta di Jakarta,” harapnya.
“Kemudian salah satu kekuatan dari IKG adalah semangat gotong-royong yang kuat, yang disebut ‘berdikari’. Semangat gotong-royong ini mengartikan bahwa warga IKG tidak boleh sepenuhnya bergantung pada pihak-pihak lain, maka kehadiran IKG ini memperkokoh Pemerintah Daerah, memperkokoh Pemerintah RI,” pesannya.
Memetik hikmah 3 nilai kehidupan dari cerita Bimo Suci yang jarang diketahui banyak orang.
“Beberapa pesan leluhur terkait Bimo Suci ada 3 hal yang jarang diketahui oleh masyarakat. Pertama, senantiasa nyuwun (minta) dan memuji Allah SWT yang diiringi dengan kerja keras. Kedua yang bisa diambil dari perjuangan Werkudara adalah tirto pawirto sari yang dapat diartikan secara mendalam adalah ‘air sumber kehidupan’ yaitu merupakan bekal hidup, dimana untuk berjuang di tanah yang jauh dari rumah asal usul. Ketiga Werkudara dalam bertarung tidak pernah kalah serta mboten nate milik, dapat diartikan dalam pertarungan Werkudara melawan Duryudana, Werkudara memenangkan pertarungan tersebut dan Werkudoro tidak meminta atau mengambil jabatan Raja Baru, namun dikembalikan ke Punthadewa. Makna dari pertarungan ini adalah Werkudara dengan ikhlas, hati yang bersih, pengabdian yang hebat, dan bertarung tidak hanya untuk dirinya sendiri,” jelasnya.
“Dalam pesan leluhur tersebut disampaikan bahwa mari kita berjuang, bekerja keras sehebat-hebatnya diiringi dengan memuji dan nyenyuwun (meminta) pada Gusti Allah SWT. Percayalah tidak akan sia-sia, percayalah suatu saat generasi kita dimasa depan yang akan menikmatinya,” tutupnya.