Jakarta (21/09/2024) – Badan Penghubung Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta bekerjasama dengan Forum komunikasi Diaspora Yogyakarta Istimewa menyelenggarakan acara Dialog Budaya dengan tema “Quo Vadis Budaya Yogyakarta di Era Modernitas” yang dilaksanakan di Menteng Room, The Tavia Heritage Hotel Jakarta.
Acara Dialog Budaya yang berlangsung pada hari Sabtu tanggal 21 September 2024 menjadi ruang diskusi publik antara pegiat budaya Yogyakarta di Jakarta yang dihadiri oleh diaspora Yogyakarta di Jakarta dan mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta. Dialog budaya pada kesempatan ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman yaitu Ir. Suyata, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta dan Agus Marsudi, Pegiat Kesenian Jawa di Jakarta.
Mengusung tema “Quo Vadis Budaya Yogyakarta di Era Modernitas” yang sangat relevan pada saat ini mengingat banyaknya gempuran budaya asing yang masuk di Indonesia. Banhubda DIY mencoba memberikan ruang terbuka untuk berdiskusi dengan praktisi dalam bidang budaya baik dari sisi arsitektur khas Yogyakarta dan budaya-budaya tak benda. Upaya dalam menjaga dan melestarikan budaya Yogyakarta selama ini sudah dilakukan dengan baik, akan tetapi seiring perkembangan zaman tentu akan menjadi tantangan tersendiri dalam proses pelestarian budaya.
Ir Suyanta menyampaikan dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia Unesco maka harus ada upaya untuk merawat dan melestarikannya. Arsitektur bangunan pada sumbu filosofi menganut gaya arsitektur bangunan tradisional Jawa grand arsitektur, tradisional Jawa kerakyatan, Indis dan Cina. Maka dari itu dalam mengembangkan kawasan yang ada di sekitarnya harus memperhatikan gaya arsitektur yang selaras dengan sumbu filosofi, tak hanya di kawasan sumbu filosofi, pembangunan bangunan DIY juga harus menganut filosofi bangunan khas Yogyakarta. Seperti yang tergambar pada bangunan Gedung Inspektorat DIY, Gedung DPRD DIY, Teras Malioboro 1, rancangan Terasa Malioboro 2, rancangan Jogja Planning Gallery dan rancangan pengembangan Teras Malioboro 1.
Sementara itu Agus Marsudi yang merupakan pegiat seni sekaligus suami dari Menteri Luar negeri, Retno Marsudi menyampaikan perkembangan kesenian tradisional Jawa yang semakin lama semakin hilang bahkan ada beberapa kesenian yang sudah jarang dipentaskan seperti kesenian Jemblung. Agus Marsudi berpendapat untuk bisa bertahan di era modern saat ini pertunjukan seni tradisi perlu melakukan improvisasi tanpa meninggalkan pakem yang ada. improvisasi bisa dilakukan pada pengembangan adegan, penggunaan kostum yang lebih menarik dan pada iringan gamelan.
Setelah acara Dialog Budaya dilaksanakan juga rapat Forum komunikasi Diaspora Yogyakarta Istimewa yang membahas evaluasi program kegiatan yang dijalankan diaspora Yogyakarta selama dua tahun masa jabatan bapak Edi Sukirman. Dalam rapat koordinasi ini juga dilakukan pemilihan kembali ketua Forum Komunikasi Diaspora Yogyakarta Istimewa secara aklamasi, dan setelah dilakukan musyawarah ditetapkan ketua periode 2024-2026 adalah bapak Ir.H. Suryo Purnomo dari Paguyuban Warga Yogyakarta.
Bapak Suryo Purnomo dalam sambutannya menyampaikan terimakasih kepada Bapak Edi Sukirman karena selama masa kepemimpinannya mampu menyatukan Paguyuban Diaspora Yogyakarta yang ada di Jakarta. Bapak Suryo tidak mau muluk muluk dalam menahkodai forum komunikasi diaspora Yogyakarta, beliau akan melanjutkan tongkat estafet dari Pak Edi yang selama ini sudah berjalan dengan baik. Bapak Suryo juga meminta para anggota untuk menjaga semangat gotong royong dalam berkegiatan di forum komunikasi diaspora agar pengembangan dan pelaksanaan program kegiatan dapat berjalan dengan baik.